Senin, 23 September 2013

Laporan PPL



BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) adalah evaluasi dari materi yang sudah di pelajari dalam perkuliahan di kelas merupakan wahana pembelajaran dan pelatihan, serta pengalaman baru bagi mahasiswa sebelum benar-benar terjun dalam dunia kerja yang sesungguhnya, sehingga nantinya menjadi lulusan yang berkualitas, unggul dan mampu menjadi solusi bagi dunia kerja, serta berakhlakul karimah. Hal ini dilakukan dalam rangka mewujudkan pengintegrasian  IPTEK, yang didapatkan dibangku kuliah pada dunia kerja. Program pemagangan mahasiswa dalam membangun budaya keprofesionalan dalam bekerja untuk pencapaian kesejahteraan umat, termasuk diri sendiri dan keluarga melalui pembaharuan yang mengikuti tuntutan jaman.
Praktek Pengalaman Lapangan merupakan praktek magang (on the job training) untuk mendapatkan pengalaman kerja secara langsung di unit-unit bisnis atau usaha baik di perusahaan manufaktur, perdagangan atau jasa. Praktek Pengalaman Lapangan yang dilaksanakan oleh Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam ini bersifat mandiri. Maksud bersifat mandiri di sini adalah bahwa mahasiswa dapat menentukan pilihan obyek perusahaan (sesuai dengan kriteria) dan melakukan proses administrasi perijinan di obyek perusahaan secara mandiri.
Dengan dilaksanakannya Praktek Pengalaman Lapangan di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta pada bidang Penagihan Pajak bumi dan Bangunan (PBB), mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki, seperti cara menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak dan berbagai prosedur yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak dalam membayar pajak.



B.        Alasan Memilih Objek PPL
Alasan memilih objek PPL yang dilakukan di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta adalah untuk mengetahui bagaimana Sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Surakarta yang terdiri dari tiga prosedur, yaitu prosedur pelaporan objek pajak, prosedur penetapan pajak terutang, dan prosedur pembayaran pajak.

C.        Maksud dan Tujuan
Maksud kegiatan PPL yang dilaksanakan di Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Keuangan Kota Surakarta adalah:
1.      Sebagai prasyarat untuk lulus mata kuliah Prakek Pengalaman Lapangan (PPL).
2.      Untuk menyelaraskan antara penyelenggaraan aktivitas akademik yang bersifat teori dengan realitas ditempat kerja.
3.      Untuk meningkatkan kompetensi dan keahlian sekaligus softskill sehingga memiliki daya saing dan kemampuan dalam beradaptasi dengan lingkungan kerja.
4.      Mengenal dan memahami situasi dan kondisi lingkungan kerja institusi yang berkaitan dengan profesi akuntansi ( familiarianty with environment)

D.       Target Pasca Praktek Pengalaman Lapangan (PPL)
Target Pasca Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) yang dilakukan di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta adalah sebagai berikut:
1.      Melatih untuk bekerja sama dalam tim dan bersikap disiplin serta tanggungjawab atas tugas-tugas.
2.      Bertambahnya relasi individu, jurusan, dan universitas dengan pihak instansi.

BAB II
PROFIL INSTANSI

A.    Nama dan Alamat Instansi
Bernama Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta khususnya pada Bidang Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB). Beralamat di Jalan Jendral Sudirman No. 2 Telp. 642020 (408), 648089, 638893, Fax ( 0271) 646631, 642038 Surakarta.

B.     Sejarah Berdirinya Instansi
Sejarah dinas Pendapatan, Pengeloalaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta tentunya tidak dapat terpisah dengan sejarah daerah Surakarta sebagai wilayah otonom. Penetapan Pemerintah tanggal 15 juli 1946 Nomer 16/S-D daerah Surakarta untuk sementara ditetapkan sebagai Daerah Karisidenan dan dibentuk Daerah Baru dengan nama Kota Surakarta.
Peraturan yang telah ada tersebut kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1947 yang menetapkan Kota Surakarta menjadi Haminte Kota Surakarta. Kota Surakarta pada waktu itu terdiri dari 5 wilayah kecamatan dan 44 kelurahan, karena 9 kelurahan di wilayah Karanganyar belum diserahkan. Pelaksanaan penyerahaan 9 kelurahan dari Kabupaten Karanganyar itu baru terlaksana pada tanggal 9 September 1950. Pelaksana teknis pemerintah Haminte Kota Surakarta terdiri atas jawatan. Jawatan tersebut antara lain jawatan Sekretariat Umum, Keuangan, Pekerjaan Umum, Sosial, Kesehatan, Perusahaan P.D.&K, Pamong Praja, dan jawatan Perekonomian. Penerimaan Pendapatan Daerah pada waktu itu diurusi oleh Jawatan Keuangan.
Dengan dikeluarkannya keputusan DPRDS Kota Besar Surakarta Nomor 4 Tahun 1956 tentang Perubahan Struktur Pemerintahan, maka Jawatan Umum diganti menjadi Dinas Pemerintahan Umum yang terbagi dalam urusan-urusan dan setiap urusan-urusan tersebut terbagi lagi dalam bagian-bagian. Dengan adanya perubahan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk penanganan pajak sebagai pendapatan daerah yang sebelumnya ditangani oleh Jawatan Keuangan kini ditangani lebih khusus oleh Urusan Pajak.
Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kota Surakarta tanggal 23 Februari 1970 No. 259/ X. 10/ Kp. 70 tentang Struktur Organisasi Kotamadya Surakarta termasuk Dinas Kepentingan Umum diganti menjadi bagian dan bagian itu membawahi urusan-urusan sehingga dalam Dinas Pemerintahan Umum, Urusan Pajak diganti menjadi Bagian Pajak.
Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kotamadya Surakarta tanggal 30 Juni 1972 No. 162/ Kep/ Kdh. IV/ Kp. 72 tentang Penghapusan Bagian Pajak dari Dinas Pemerintahan Umum karena bertalian dengan pembentukan dinas baru. Dinas baru tersebut adalah Dinas Pendapatan Daerah yang kemudian sering disingkat DIPENDA. Dinas Pendapatan Daerah dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan langsung dan bertanggung jawab kepada Walikota. Pada saat itu Dinas Pendapatan Daerah dibagi menjadi empat seksi, yaitu Seksi Umum, Seksi Pajak Daerah, Seksi Pajak Pusat/ Propinsi yang diserahkan kepada Daerah dan Seksi Doleansi/ P3 serta Retribusi dan Leges. Masing-masing seksi dipimpin oleh Kepala Seksi yang dalam menjalankan tugasnya langsung di bawah pimpinan dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah.
Tugas pokok Dinas Pendapatan Daerah waktu itu adalah sebagai pelaksana Walikota dibidang perencanaan, penyelenggaraan, dan kegiatan dibidang pengelolaan sektor-sektor yang merupakan sumber pendapatan daerah. Berdasarkan Undang-Undang Dasar No. 11 Tahun 1957 tentang Pajak Daerah, terdapat 13 macam Pajak Daerah di Kota Surakarta yang wewenang pemungutan dan pengelolaannya ada pada DIPENDA. Tetapi saat itu baru 4 macam Pajak Daerah yang dijalankan dan telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah, yaitu dapat disebutkan sebagai berikut:
a.       Pajak Pertunjukan yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1992.
b.      Pajak Reklame yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 11 Tahun 1971.
c.       Pajak Anjing yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 54 Tahun 1953.
Pajak Penjualan Minuman Keras yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 12 Tahun 1971.
Disamping itu DIPENDA juga bertugas mengelola Pajak Negara yang diserahkan kepada daerah, yaitu sebagai berikut:
a.       Pajak Potong Burung yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 6 Tahun  1959 bagian dipimpin oleh Kepala Bagian atau biasa disebut Kabag yang dalam menjalankan tugasnya langsung di bawah pimpinan dan langsung bertanggungjawab.
b.      Pajak Pembangunan I yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 8 Tahun 1960.
c.       Pajak Bangsa Asing yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1970.
d.      Pajak Radio yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 5 Tahun 1957.
Terbitnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. KUPD 7/ 12/ 41- 101 Tahun 1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II makin memperjelas keberadaan Dinas Pendapatan Daerah disesuaikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 26 Mei 1988 No. 473-442 tentang Sistem dan Prosedur Perpajakan, Retribusi Daerah, dan Pendapatan Daerah lainnya telah mengakibatkan pembagian tugas dan fungsi dilakukan berdasarkan tahapan kegiatan pemungutan pendapatan daerah yaitu pendataan, pemetaan, pembukuan dan seterusnya. Sistem dan prosedur tersebut dikenal dengan MAPADA (Manual Pendapatan Daerah). Sistem ini diterapkan di Kotamadya Surakarta dengan terbitnya Peraturan Daerah No. 6 Tahun 1990 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II. Dengan berjalannya waktu penataan pemerintahaan Kota Surakarta kembali mengalami perbaikan, dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang Peraturan Daerah No. 6 Tahun 1990 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II dirubah menjadi Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta. Dalam peraturan baru ini nama Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) berubah menjadi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset atau yang sering disebut dengan DPPKA.
Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta ini berlaku mulai tanggal 1 Januari 2009. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset dalam melaksanakan tugas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Saat ini Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset atau DPPKA dibagi kedalam bidang-bidang yang dipimpin langsung oleh seorang Kepala Dinas. Masing-masing bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset.
Visi Dan Misi DPPKA
1.      Visi DPPKA
Visi DPPKA adalah mewujudkan peningkatan pendapatan daerah yang optimal untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
2.      Misi DPPKA
Misi DPPKA adalah sebagai berikut:
a.       Menggali sumber pajak dan retribusi tiada henti.
b.      Meningkatkan pendapatan daerah tiada kenal menyerah.
c.       Mengutamakan kualitas pelayanan ketertiban.

C.     STRUKTUR ORGANISASI
(Terlampir)

Adapun susunan organisasi DPPKA Surakarta menurut Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:
a.       Kepala.
b.      Sekretariat, membawahi:
1)      Subbagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan.
2)      Subbagian Keuangan.
3)      Subbagian Umum dan Kepegawaian.

c.    Bidang Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi, membawahi:
1)      Seksi Pendaftaran dan Pendataan.
2)      Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data.
d.   Bidang Penetapan, membawahi:
1)      Seksi Perhitungan.
2)      Seksi Penerbitan Surat Ketetapan.
e.    Bidang Penagihan, membawahi:
1)      Seksi Penagihan dan Keberatan.
2)      Seksi Pengelolaan Penerimaan Sumber Pendapatan Lain.
f.     Bidang Anggaran, membawahi:
1)      Seksi Anggaran I.
2)      Seksi Anggaran II.
g.    Bidang Perbendaharaan, membawahi:
1)      Seksi Perbendaharaan I.
2)      Seksi Perbendaharaan II.
h.    Bidang Akuntansi, membawahi:
1)      Seksi Akuntansi I.
2)      Seksi Akuntansi II.
i.      Bidang Aset, membawahi:
1)      Seksi Perencanaan Aset.
2)      Seksi Pengelolaan Aset.
j.      Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).
k.    Kelompok Jabatan Fungsional.
Struktur organisasi yang baru ini Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Sedangkan Kelompok Jabatan Fungsional dipimpin oleh seorang Tenaga Fungsional Senior sebagai Ketua Kelompok dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Subbagian masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas yang bersangkutan. Untuk bidang masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Bidang atau Kabid yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas yang bersangkutan

D.    Data Statistik Perusahaan
Kota Surakarta kini telah mengalami banyak perkembangan. Baik dalam pembangunannya maupun kinerja para pemerintah daerahnya dalam hal ini yaitu kinerja pihak DPPKA Kota Surakarta. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari meningkatnya jumlah Wajib pajak yang ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel Jumlah Wajib Pajak
Tahun
Wajib Pajak
Trend Dalam Presentase
Realisasi Wajib Pajak
Trend Dalam Presentase
2011
128.202
105,12%
69.866
79,38%
2010
126.798
103,97%
85.917
95,34%
2009
125.617
103,00%
87.087
98,94%
2008
123.818
101,52%
87.250
99,12%
2007
121.956
100%
88.020
100%
Sumber : DPPKA Kota Surakarta

Setelah mengetahui presentase tingkat perkembangan jumlah Wajib Pajak Kota Surakarta dari tahun 2007-2011 diatas dan untuk memudahkan pembaca mengetahui perkembangan penerimaan PBB Kota Surakarta selama 5 tahun, maka digambarkan seperti grafik dibawah ini:



           














Gambar Grafik Tingkat Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Kota Surakarta Tahun 2007-2011
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa tingkat perkembangan jumlah Wajib Pajak Kota Surakarta dari tahun 2007-2011 mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2007- 2011 mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2007 ke tahun 2008 terjadi peningkatan sebesar 1,52% pada tahun 2008 ke tahun 2009 terjadi peningkatan sebesar 1,48% pada tahun 2009 ke tahun 2010 terjadi peningkatan sebesar 0,97%, pada tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 1,15%. Peningkatan trend ini disebabkan bertambahnya jumlah Wajib Pajak. Namun untuk realisasi Wajib Pajak mengalami penurunan yaitu pada tahun 2007 ke tahun 2008 terjadi penurunan sebesar 0,88%, pada tahun 200b ketahun 2009 mengalami penurunan sebesar 0,18%, pada tahun 2009 ke tahun 2010 terjadi penurunan sebesar 3,60%,  pada tahun 2010 ketahun 2011 terjadi penurunan sebesar 15,96%. Penurunan trend ini disebabkan karena rendahnya kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya.
Meski terjadi penurunan jumlah realisasi wajib pajak namu ternyata penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) malah mengalami peningkatan atau kenaikan. Dalam hal ini dilihat pada tabel realisasi PBB dibawah ini:
Tabel Penerimaan PBB
Tahun
Target
Realisasi
2011
Rp 54.718.097.056,00
Rp 38.238.881.668,00
2010
Rp 37.486.778.072,00
Rp 30.302.389.469,00
2009
Rp 34.323.092.882,00
Rp 28.810.252.394,00
2008
Rp 27.864.187.352,00
Rp 23.588.980.700,00
2007
Rp 26.065.075.355,00
Rp 20.704.704.268,00
Sumber : DPPKA Kota Surakarta

Untuk mengetahui penerimaan PBB Kota Surakarta tahun 2007-2011 berikut disajikan tabel mengenai target dan  realisasi penerimaan PBB tahun 2007-2011.
Tabel Tingkat Perkembangan Penerimaan PBB Kota Surakarta Tahun 2007-2011
Tahun
Target PBB
Trend Dalam Persentase
Realisasi PBB
Trend dalam Persentase
2011
Rp 54.718.097.056,00
209,928%
Rp 38.238.881.668,00
184,687%
2010
Rp 37.486.778.072,00
143,819%
Rp 30.302.389.469,00
146,355%
2009
Rp 34.323.092.882,00
131,682%
Rp 28.810.252.394,00
139,148%
2008
Rp 27.864.187.352,00
106,90%
Rp 23.588.980.700,00
113,931%
2007
Rp 26.065.075.355,00
100%
Rp 20.704.704.268,00
100%
Sumber: DPPKA Kota Surakarta
Setelah mengetahui persentase dari penerimaan PBB Kota Surakarta diatas dan untuk memudahkan pembaca mengetahui perkembangan penerimaan PBB Kota Surakarta selama 5 tahun, maka digambarkan grafik sebagai berikut:
 

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa perkembangan target penerimaan PBB Kota Surakarta tahun 2007-2011 mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2007 ketahun 2008 terjadi peningkatan sebesar 6,90%, pada tahun 2008 ke tahun 2009n terjadi peningkatan sebesar 24,78%, pada tahun 2009 ke tahun 2010 terjadi peningkatan sebesar 12,14%, pada tahun 2010 ke tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 66,11%. Dan untuk perkembangan realisasi penerimaan PBB Kota Surakarta tahun 2007-2011 juga mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2007 ke tahun 2008 terjadi peningkatan sebesar 13,931%, pada tahun 2008 ke tahun 2009 terjadi peningkatan sebesar 25,217%, pada tahun 2009 ke tahun 2010 terjadi peningkatan sebesar 7,207%, pada tahun 2010 ke tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 38,332%. Peningkatan trend ini disebabkan bertambanya NJOP PBB.
Kenaikan trend ini meunjukkan adanya peningkatan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Surakarta. Dengan meningkatnya penerimaan PBB, maka semakin besar pula penerimaan pendapatan dari sektor pajak yang dialokasikan pada belanja yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat ( kepentingan publik) sehingga dapat menciptakan lapangan kerja dan jumlah penduduk yang miskin.

BAB III
HASIL PELAKSANAAN PPL

A.    Waktu Pelaksanaan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL)
Kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) mahasiswa dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 2013 sampai dengan 14 September 2013 dengan sistem 5 hari kerja. Untuk hari senin Sampai dengan hari Kamis, kegiatan PPL dimulai pukul 07.15 WIB sampai dengan pukul 15.15 WIB. Sedangkan pada hari Jumat, kegiatan PPL dimulai pukul 07.15 WIB sampai pukul 11.00 WIB.

B.     Kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan
Selama kegiatan PPL mahasiswa berlangsung, kami ditempatkan di bagian Penagihan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset ( DPPKA) pemerintahan Kota Surakarta. Bidang penagihan DPPKA merupakan salah satu dari sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Sistem adalah serangkaian komponen yang dikoordinasikan untuk mencapai serangkaian tujuan. Sistem terdirri dari sub-sub sistem yang bernama prosedur. Demikian juga untuk Sistem Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Surakarta. Elemen- elemen tersebut adalah pihak yang terkait, dokumen yang digunakan, prosedur yang membentuk sistem dan bagan alir. Adapum mengenai penjelasannya adalah sebagai berikut dibawah ini.
1.      Pihak yang terkait
Pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan diwilayah Kota Surakarta melibatkan beberapa pihak yang mempunyai peranan penting dan salaing berkaitan erat, yaitu:
a.       Wajib Pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan perundangan-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu ( mardiasmo, 2003).
Wajib pajak bertugas mengambil serta mengisi dengan jelas, benar dan lengkap SPOP ( Surat Pemberitahuan Obyek Pajak) yang diterbitkan oleh KPP Pratama Surakarta, kemudian SPOP tersebut dikembalikan ke KPP Pratama Surakarta guna menetapkan besarnya pajak yang terutang melalui penerbitan SPPT ( Surat pemberitahuan Pajak Terutang), kemudian wajib pajak terutang yang telah ditetapkan tersebut sesuai prosedur yang ada.
b.      Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
KPP Pratama bertugas menerbitkan SPOP yang diserahkan kepada wajib pajak secara langsung, serta SPPT dan STTS yang diserahkan kepada DPPKA Kota Surakarta yang kemudian diserahkan ke wajib pajak melalui kelurahan serta menetapkan PBB yang dibebankan kepada wajib pajak dan dan membuat laporan mingguan dan bulanan untuk dierahkan ke Kanwil dan DPPKA Kota Surakarta. KPP Pratama juga berwenang mengeluarkan SK ( Surat Keputusan) dan SPM ( Surat Perintah Membayar) setiap bulan.
c.       Bidang Penagihan DPPKA Pemerintah Kota Surakarta
Bidang penagihan DPPKA Surakarta bertugas menyerahkan SPPT, menagih pajak, menerima hasil pembayaran PBB dari wajib pajak, serta menyetorkan hasil pembayaran PBB tersebut ke Bank Persepsi
d.      Bank
Bank persepsi bertugas menampung penerimaan pembayaran PBB dari tempat pembayaran  untuk diserahkan ke BO III dan menyerahkan bukti STTS ke wajib pajak melalui petugas pemungut. Adapun untuk wilayah Surakarta yang bertugas sebagai BO III, yaitu Bank Jateng tengah mempersiapkan loket/tempat pembat antara lain di Kantor Pusat dan Kantor Cabngnya, UPTD Pelayanan Pajak Daerah di 5 wilayah Kecamatan, Jalan Adi Sucipto dan Mobil Keliling. Pembayaran juga dapat dilayani di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta, Jalan Jenderal Sudirman (Kompleks Balaikota) Surakarta.

2.      Dokumen yang digunakan
Formulir merupakan dokumen yang digunakan untuk merekap terjadinya transaksi ( Mulyadi, 2011). Dalam sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan, ada beberapa dokumen yang digunakan, antara lain :
a.       Surat Pemberitahuan Obyek Pajak ( SPOP)
Yaitu formulir yang diisi oleh wajib pajak secara jelas, benar dan lengkap untuk memberitahukan obyek pajak yang dikenakan PBB dan digunakan untuk menetapkan besarnya pajak terutang dalam SPPT.
b.      Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Yaitu dokumen yang dikeluarkan oleh KP PBB ( KPP Pratama) dengan maksud untuk memberitahukan kepada wajib pajak besarnya pajak terutang yang harus dibayar dalam 1 tahun pajak.
c.       Tanda Terima Sementara
Yaitu bukti pembayaran sementara yang diberikan oleh petugas pemungut pajak setelah wajib pajak membayar pajak terutangnya. TTS juga digunakan sebagai bukti pengambilan untuk STTS.
d.      Surat Ketetapan Pajak
Yaitu surat ketetapan yang dikeluarkan KP PBB apabila dalam waktu 30m hari wajib pajak tidak mengembalikan SPOP dan apabila dalam proses pemeriksaan jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang terutang dalam SPOP.
e.       Surat Tanda Terima Setoran (STTS)
Yaitu buku pembayaran yang diserahkan kepada wajib pajak yang telah membayar pajaknya.
f.       Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat yang digunakan untuk menagih Pajak Bumi dan Bangunan oleh petugas pemungut.
g.      Daftar Penerima Harian ( DPH)
Yaitu dokumen yang digunakan oleh petugas pemungut untuk menyetorkan hasil penerimaan PBB ke tempat pembayaran ( Bank Persepsi)

3.      Prosedur yang membentuk sistem
Prosedur yang membentuk sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan adalah:
a.       Prosedur Pelaporan Objek Pajak
Wajib pajak datang ke KPP Pratama Surakarta untuk mendaftarkan objek pajak bumi dan bangunan. Pendaftaran objek pajak bumi dan bangunan oleh subjek pajak dengan cara mengambil dan mengisi sendiri formulir SPOP secara jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani dan dikembalikan ke KPP Pratama Surakarta selambat-lambatnya 30 hari setelah diterimanya SPOP oleh subjek pajak dengan dilampiri bukti-bukti pendukung seperti:
a)      Sket atau denah objek pajak
b)       Fotocopi KTP
c)      Fotokopi sertifikat tanah
d)     Foto kopi akta jual beli
e)      Bukti pendukung lainnya
Formulir SPOP disediakan dan dapat diambil gratis di KPP Pratama Surakarta atau tempat lain yang ditunjuk atau melalui website www.pajak.go.id.
Wajib pajak wajib menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi ke KPP Pratama Surakarta selambat-lambatnya 30 hari setelah formulir SPOP diterima. Apabila wajib pajak menerima tidak menyampaikan SPOP pada waktunya dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran, maka akan diterbitkan SKP dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari PBB yang terutang.
b.      Prosedur Penetapan Pajak Terutang
Setelah wajib pajak mengisi dan menyerahkan kembali SPOP beserta bukti pendukungnya, tugas KPP Pratama Surakarta yaitu melakukan pendataan atas objek apajak dengan prosedur:
a)      Identifikasi objek pajak
b)      Verifikasi objek pajak; dan
c)      Pengukuran bidang objek pajak.

SPOP ( Surat Pemberitahuan Objek Pajak) serta prosedur pendataan dilakukan untuk dijadikan pedoman bagi KP PBB ( KPP Pratama Surakarta) dalam menetapkan pajak terutang bagi wajib pajak dengan menerbitkan SPPT ( Surat Pemberitahuan Pajak Terutang).
Apabila setelah diteliti dan diperiksa dalam pengisian SPOP yang dikembalikan ke KPP Pratama Surakarta ternyata tidak benar ( lebih kecil) maka akan diterbitkan SKP dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang terutang.
c.     Prosedur Pembayaran Pajak
Pajak yang terutang berdasarkan SPPT yang telah diterbitkan KPP Pratama Surakarta harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak. Setelah wajib pajak membayarkan pajak terutangnya, maka KPP Pratama Surakarta berkewajiban menerbitkan STTS ( Surat tanda Terima Sementara) sebanyak 4 lembar. Lembar ke-1 diserahkan untuk wajib pajak, glembar ke-2 dijadikan arsip KPP Pratama Surakarta, lembar ke-3 untuk arsip DPPKA Kota Surakarta dan lembar ke-4 diserahkan kepada Bank Persepsi.
Apabila terdapat wajib pajak yang belum membayar pajak terutangnya, makan melalui petugas pemungut pajak dilakukan penagihan dengan mendatangi wajib pajak secara langsung ( door to door system).
4.      Bagan Alir
Bagan alir merupakan teknik analitis yang digunakan untuk menjelaskan aspek-aspek secara sistem secara jelas, tepat dan logis. Bagan Alir sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan dikota surakarta adalah sebagai berikut:
Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan dapat dilakukan melalui Bank Persepsi atau bank-bank yang ditunjuk sebagai bank tempat pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan serta melalui ATM.
Untuk mempermudah wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan, DPPKA Kota Surakarta mengadakan program Safari/jemput Bola dikelurahan-kelurahan yaitu sebagai berikut:
a.       Safari Reguler
Wajib pajak yang rumahnya jauh dari bank persepsi bisa membayar melalui program safari reguler ini yang diselenggarakan di kelurahan, wajib pajak bisa datang ke kelurahan sesuai tanggal safari yang tertera pada undangan dan membayar melaui petugas DPPKA yang memungut.
b.      Safari Pasar
Agenda kegiatan safari ini adalah membagi SPPT langsung dan menagihnya secara langsung pula. Sasaran kegiatan safari ini adalah pasar-pasar yang terdapat banyak transaksi yang berkaitan dengan uang. Sehingga para wajib pajak dapat langsung membayar kepada petugas pemungut saat itu juga.
c.       Safari Tunggakan.
d.      Pokok kegiatan dari safari ini adalah menagih wajib pajak yang mempunyai tunggakan PBB. Penagihan ini difokuskan pada buku 4 dan 5 yang berisi daftar wajib pajak dengan tunggakan pajak yang besar sehingga mengurangi kemungkinan terdapat utang pajak dalam nominal yang besar.

Selama berlangsungnya kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan mahasiswa di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta, kami melakukan tugas-tugas sebagai berikut:
1.      Mengklasifikasikan Surat tanda terima Setoran ( STTS) yang belum di entry komputer di verifikasi ke buku Daftar Himpunan Ketetapan Pajak ( DHKP). Sebelum dientry, STTS tersebut dipisahkan menurut tahun pajak terutang dan dikelompokkan perkecamatan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses entry.
2.      Membantu mengarsip STTS ke komputer yaitu dengan entry ke program Pajak Bumi dan Bangunan DPPKA Kota Surakarta.
Pertama log in ke program dan pilih kecamatan yang dimaksud. Kemudian entry nomor STTS, tahun pajak terutang dan tanggal pembayaran. Jika data wajib pajak sudah lengkap maka langkah selanjutnya file tersebut di save.
3.      Membantu mengarsip STTS di buku DHKP yaitu dengan memverifikasi data di STTS dan dicocokkan dengan data di DHKP.
Langkah manual ini dilakukan untuk memback up file di program sebagai langkah antisipasi jika program tidak dapat dioperasikan karena kondisi tertentu.


BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A.    Tinjauan Pustaka
1.      Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak  Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya.
2.      Dasar Hukum
Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) didasarkan pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
3.      Objek PBB dan Subjek PBB
Berdasarkan Pasal 2 (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2011 Objek PBB adalah “ Bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan”. Sedangkan berdasarkan pasal 4 (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2011 yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang:
·         Secara nyata mempunyai hak atas bumi
·         Memperoleh manfaat atas bumi
·         Memiliki, menguasai dan memperoleh manfaat atas bangunan.
4.      Nilai Jual Objek tidak Kena Pajak ( NJOPTKP)
Nilai Jual Objek tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah batas NJOP atas bumi dan bangunan yang tidak kena pajak. Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2011 besarnya NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp 10.000.000,00 ( sepuluh juta rupiah) dengan ketentuan sebagai berikut:
·         Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu tahun pajak.
·         Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
5.      Tarif PBB
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan atas Objek Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 0,5%( lima persepuluh persen).
6.      Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung Pajak
Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sendiri adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejejnis atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
Nilai NJOP ditetapkan setiap 3 tahun sekali oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerah.
Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2011 besar presentase nilai Jual Objek Pajak ( NJOP) ditetapkan adalah sebagai berikut:
1)      Untuk NJOP sampai dengan Rp 1000.000.000 ( satu miliar rupiah) ditetapkan sebesar 0,1% per tahun.
2)      Untuk NJOP diatas Rp 1000.000.000 ( satu miliar rupiah) samapi dengan Rp 2000.000.000( dua miliar rupiah) ditetapkan sebesar 0,15% pertahun.
3)      Untuk NJOP diatas rp 2000.000.000 ( dua miliar rupiah) ditetapkan sebesar 0,25% pertahun.



Text Box: PBB 	= Tarif pajak x NJKP
	= Tarif Pajak x ( NJOP-NJOPTKP)
 





                                                                                                                                                            

Contoh:
Tuan hri mempunyai objek pajak berupa:
Tanah seluas 1.000 m2 dengan harga jual Rp 500.000,00 per m2, bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp 400.000 m2, taman seluas 200m2 dengan nilai jual Rp 150.000,00 per m2, pagar mewah sepanjang 150 m dan tinggi rata-rata 1,5 m dengan nilai jual Rp 200.000,00.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah maka tarif pajaknya adalah 0,1%. Besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang dapat dihitung sebagai berikut:
·         Untuk NJOP         :
Tanah        1000 x Rp 500.000,00                       = Rp 500.000.000,00
Bangunan  400 x Rp 400.000,00                          = Rp 160.000.000,00
Taman       200 x Rp 150.000,00                          = Rp   30.000.000,00
Pagar         150 x 1,5 x Rp 200.000,00                 = Rp   45.000.000,00
NJOP sebagai dasar pengenaan pajak                   = Rp 735.000.000,00
NJOPTKP                                                             = Rp  10.000.000,00
NJOP untuk perhitungan pajak                             =Rp 725.000.000,00
PBB Terutang 0,1% x Rp 725.000.000,00           =  Rp     725.000,00
7.      Tata Cara Pembayaran dan Penagihan
a.       Tata Cara Pembayaran
1)      Pajak yang terutang dibayar di Bank, Kantor Pos dan Giro dan tempat lain yang ditunjuk menteri keuangan.
2)      Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak terutang (SPPT) harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya Surat pemberitahuan Pajak terutang oleh Wajib Pajak.
3)      Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak harus dilunsi selambat-lambatnya 30 hari sejak tanggall diterimanya Surat Ketetapan Pajak oleh Wajib Pajak. Pajak Teutang yang pada saat jatuh tempo pembayarannya tidak dibayar atau kurang bayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan atau 2 tahun.
4)      Denda administrasi ditambah dengan hutang pajak yang belum atau kurang bayar, ditagih dengan Surat Tagihan Pajak yang harus dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal diterimanya Surat Tagihan oleh Wajib Pajak.
b.      Penagihan Pajak
Dasar penagihan pajak yaitu Surat Pemberitahuan Pajak Terutang ( SPPT), Surat ketetapan Pajak (SKP), dan Surat tagihan Pajak (STP). Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak yang tidak dibayar tepat pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
  1. Keberatan dan Banding
Apabila wajib pajak keberatan terhadap SPPT dan SKP, Wajib Pajak dapat mengajukan Surat Keberatan kepada Direktoral Jenderal Pajak. Keberatan terhadap SPPT dan SKP harus diajukan masing-masing dalam satu surat keberatan tersendiri untuk setiap tahun pajak. Dalam Pajak Bumi dan Bangunan dapat diajukan atas:
a.       Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
b.      Surat Ketetapan Pajak ( SKP)
Tata cara keberatan seperti halnya pengajuan keberatan jenis pajak lainnya telah diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan antara lain:
Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT dan atau SKP oleh wajib pajak, kecuali jika Wajib Pajak menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaanya. Pengajuan keberatan dapat dilakukan jika Wajib Pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui.
Wajib Pajak yang tidak puas terhadap yang tidak puas terhadap keputusan keberatan atau keputusan Direktorat Jenderal Pajak PBB dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak.
  1. Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan Pajak
Wajib pajak yang dapat mengajukan permohonan kepada Walikota atau pejabat untuk pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak. Pengurangan terhadap pajak juga dapat diberikan kepada warga miskin atau kurang mampu setelah sebelumnya dilakukan survei tentang kebenaran kondisi wajib pajak yang dilakukan oleh aparat perpajakan.
  1. Pembagian hasil penerimaan pajak
Hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan merupakan penerimaan Negara yang dibagi antara Pemerintah pusat dan Pemerintahan Daerah dengan pembagian sekurang-kurangnya 90% untuk Daerah Tingkat II dan Pemerintahan Daerah Tingkat I sebagai pendapatan daerah yang bersangkutan, sedangkan sisanya 10% merupakan bagian pemerintahan pusat.

  1. Pembahasan dan Analisis Data
Suatu pengendalian intern diperlukan agar suatu sistem dapat menghasilkan informasi yang dapat dipercaya dan dapat bekerja dengan baik. Adapun evaluasi terhadap sistem pemungutan pajak bumi dan bangunan dilakukan dengan mengevaluasi sistem pemungutan pajak bumi dan bangunan di Kotamadya Surakarta, mulai dari penerbitan, pendistribusian, pembayaran hingga penagihan surat pemberitahuan tahunan yang diterapkan oleh pihak–pihak yang terkait, seperti KPP Pratama dan DPPKA Kota Surakarta terhadap unsur sistem pengendalian intern sebagai berikut:

  1. Evaluasi terhadap Unit Organisasi yang Terkait
Salah satu unsur yang penting dalam SPI adalah pembagian tanggung jawab fungsional terhadap pihak–pihak yang terkait yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan pokok. Pembagian tanggung jawab fungsional ini didasarkan pada prinsip adanya pemisahan fungsi dan suatu fungsi tidak boleh diberi tanggungjawab penuh untuk melaksanakan semua aktivitas. Berdasarkan prinsip diatas, dilakukan evaluasi terhadap pemisahan fungsi antara KPP Pratama dan DPPKA Kota Surakarta yang menyatakan bahwa telah ada pemisahan fungsi, yang telah dibuktikan dengan adanya pemisahan tanggung jawab untuk menerbitkan surat–surat/ dokumen–dokumen yang digunakan oleh KPP Pratama dan untuk mendistribusikan surat–surat/dokumen–dokumen tersebut serta menerima hasil pembayaran sekaligus menyetorkannya ke Bank Persepsi oleh Bidang Penagihan DPPKA Kota Surakarta. Namun, dalam tubuh Bidang Penagihan DPPKA Kota Surakarta pemisahan fungsi/tanggung jawab tidak terlalu diperhatikan, dibuktikan dengan masih ditemukannya pelaksanaan beberapa aktivitas oleh satu petugas saja yang seharusnya ditinjau ulang guna pelaksanaan otorisasi dapat dilaksanakan dengan baik.

  1. Evaluasi terhadap Dokumen yang Digunakan
Salah satu langkah yang menimbulkan praktik yang sehat dalam melaksanaksn tugas dan fungsi setiap unit organisasi adalah dilihat dari cara penggunaan dokumen. Dokumen yang digunakan dalam pemungutan pajak bumi dan bangunan seharusnya seluruhnya dibuat rangkap agar adanya pengarsipan dan dapat digunakan untuk cross check data bagi pihak yang memerlukan, karena hanya beberapa dokumen yang telah dibuat rangkap dan bernomor urut tercetak, seperti STTS, TTS dan STP, sedangkan surat– surat/dokumen–dokumen yang lain hanya dibuat 1 tanpa rangkap.
  1. Evaluasi terhadap Sistem Pengendalian Intern
Sistem pengendalian intern yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta dalam pemungutan pajak bumi dan bangunan sudah cukup baik, karena sudah ada pemisahan tanggung jawab antara beberapa instansi yang terkait, namun untuk sistem pengendalian intern di Bidang Penagihan Kota Surakarta belum terlalu baik, karena pemisahan fungsi tidak terlalu diperhatikan yang dikarenakan terbatasnya jumlah karyawan dan harus ditinjau ulang oleh Pemerintah Kota Surakarta dan khususnya bagi Kepala Bidang Penagihan DPPKA Kota Surakarta.

Kebutuhan Sarana dan Prasarana Teknologi Informasi
 














  1. Kendala yang Dihadapi
Dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di kota Surakarta, DPPKA kota Surakarta mengalami kendala-kendala antara lain:
·         Hambatan dalam penyampaian SPPT
Hambatan ini diantaranya adlah sulit ditemuinya Wajib Pajak secara langsung, keterlambatan penyampaian SPPT kepada wajib pajak, SPPT tidak sampai ke Wajib Pajak dan lain-lain.
·         Rendahnya kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak inilah yang menjadi kendala utama dalam penerimaan PBB.
·         Hambatan validasi data
Data yang disampaikan ke Wajib Pajak tidak valid, seperti nama yang tercantum dalam SPPT tidak sama dengan nama yang tercantum dalam sertifikat, sehingga Wajib Pajak tidak mau menerima SPPT apalagi untuk melakukan pembayaran PBB.
·         Sulit melacak Wajib Pajak yang berdomisili diluar kota namun memiliki Objek Pajak Bumi dan Bangunan diwilayah Surakarta.
·         Objek Pajak berpindah tangan.
·         Masih banyak Wajib Pajak yang melakukan penundaan pembayaran pajak sehingga banyak tunggakan.

  1. Solusi
·         Membentuk Tim penyampaian SPPT
Untuk mengatasi kendala dalam penyampaian SPPT maka dibentuk Tim Penyampai SPPT yang bertanggungjawab atas pelaksanaan penyampaian SPPT, antara lain dengan menyusun rencana kerja dan jadwal waktu pelaksanaan penyampaian SPPT, memberikan pengarahan dan bimbingan kepada koordinator dan penanggungjawab kelurahan, melaksanakan pengawasan dan evaluasi langkah-langkah seperlunya guna kelancaran pelaksanaan penyampaian SPPT-PBB.
·         Mengadakan penyuluhan dan sosialisasi tentang PBB
Dalam meningkatkan kesadaran Wajib Pajak untuk membayar pajak maka pihak DPPKA kota Surakarta akan lebih giat dalam melakukan penyuluhan dan sosialisasi mengenai penting dan manfaatnya membayar pajak.
·         Peremajamaan data atau pendataan ulang
Peremajaan data merupakan kewenangan pihak KPP Pratama Kota Surakarta atas informasi yang diperoleh dari kerja sama dengan pihak DPPKA, kelurahan, RT/RW untuk mengatasi adanya data-data yang tidak valid , seperti pengecekan langsung ke Objek Pajak yang bersangkutan.
·         Pendekatan ke wilayah melalui petugas terkait
Sulitnya melacak wajib pajak yang berdomisili diluar kota tapi memiliki Objek Pajak di wilayah Surakarta merupakan salah satu kendala terbesar yang dihadapi DPPKA Surakarta dalam meningkatkan penerimaan PBB. Dengan melakukan pendekatan ke wilayah melalui petugas terkait , seperti Ketua RT/ RW diharapkann dapat memberikan informasi yang diperlukan sehingga dapat melacak Wajib Pajak tersebut.
·         Untuk mengatasi kendala peralihan hak atas tanah/ berpindahnya Objek Pajak maka diberlakukan mekanisme lunas pajak dan tunggakan minimal 10 tahun bagi Wajib Pajak yang akan melakukan peralihan hak atas tanah guna mengatasi tunggakan pajak, jika terdapat tunggakan.
Secara keseluruhan sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta telah sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Adapun pihak-pihak yang terlibat didalam sistem pemungutan PBB adalah: Wajib Pajak, KPP Pratama Surakarta, DPPKA Kota Surakarta, Bank Persepsi.
Terdapat kelebihan dan kelemahan dalam proses pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan, yaitu sebagai berikut:
Kelebihan:
  1. Penerapan pengambilan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) oleh wajib pajak secara online memudahkan bagi wajib pajak dalam memperoleh SPOP, sehingga mempercepat proses pengisian SPOP sekaligus proses penetapan pajak yang terutang melalui penerbitan SPPT.
2.      Adanya pembayaran via ATM yang memudahkan pembayaran pajak.
3.      Kreativitas DPPKA Kota Surakarta dalam mengatasi permasalahan banyaknya pajak yang tertagih, yaitu dengan mengadakan program safari dikelurahan sehingga terjadi peningkatan penerimaan pajak bumi dan bangunan di kota Surakarta setiap tahunnya.
Kelemahan:
1.      Pengisian SPOP yang kurang jelas dan lengkap, serta ketidaktepatan waktu pengembalian atau penyerahan SPOP ke KPP Pratama Surakarta oleh wajib pajak dapat menghambat proses penetapan pajak terutang.
2.      Pendistribusian Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) berjalan lambat karena banyaknya kelurahan yang tersebar di Kota Surakarta tidak sebanding dengan petugas yang mendistribusikan SPPT.
3.      Masih banyak Wajib Pajak/ penanggung pajak yang enggan untuk membayar pajak terutangnya, meskipun sudah diadakan program safari/jemput bola.
4.      Masih banyak dijumpai objek pajak ( tanah dan/bangunan ) yang tidak diketahui siapa pemiliknya, sehingga menyulitkan dalam penagihan Pajak Bumi dan Bangunan.




BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari dari pelaksanaan PPL di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta dapat diambil kesimpulan bahwa:
1.      Sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Surakarta terdiri dari tiga prosedur, yaitu prosedur pelaporan objek pajak, prosedur penetapan pajak terutang, dan prosedur pembayaran pajak. DPPKA disini memegang perananan sebagai prosedur pembayaran pajak.
2.      DPPKA mengadakan program safari/jemput bola untuk memungut Pajak Bumi dan Bangunan di kota Surakarta. Hal tersebut menunjukan kreatifitas DPPKA dalam rangka meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Surakarta dan meminimalkan adanya pajak yang tak tertagih.
3.      Kemajuan teknologi telah membuat pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Surakarta lebih mudah dimulai dengan sistem online dari pengisian Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan pembayaran lewat Bank atau via ATM

B.     Saran dan Rekomendasi Bagi DPPKA
Saran yang dapat diberikan selama kegian PPL di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta adalah sebagai berikut:
1.      meningkatkan kinerja yang lebih disiplin dan menggunakan waktu seefisien mungkin dan seefiktif mungkin serta bertanggungjawab sesuai tugasnya masing-masing sehingga tercipta lingkungan kerja yang harmonis.
2.      Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat karena dari situlah kinerja pemerintah dinilai dan menambah program penyukuhan pajak yang nantinya dapat memotivasi masyarakat untuk lebih memiliki kesadaran dalam membayar pajak
3.      Adanya pemisahan tugas dan wewenang antara staff bagian entry dan mengontrol Surat Tanda terima Setoran dengan staff bagian penagihan dan pembayaran untuk menghindari kecurangan dan kelalaian.
4.      Adanya tempat penyimpanan yang lebih memadai untuk menyimpan STTS yang telah selesai di entri maupun belum dientry agar lebih rapi dan tidak berceceran atau hilang.

C.    Saran Bagi PPL
1.      Waktu yang disediakan untuk PPL kurang lama, karena waktu yang hanya 4 minggu dirasa cukup singkat memberikan pemahaman bagi perserta PPL dalam dunia kerja yang nyata, karena antara teori dan praktek terkadang sangat berbeda, jadi untuk kedepannya diharapkan waktu PPL dapat ditambah lagi.
2.      Waktu kunjungan DPL bisa ditambahkan lagi, karena kunjungan yang hanya 1 kali dirasa belum cukup.
3.      Tempat pelaksanaan PPL seharusnya tidak dibatasi yang dekat di Kota Surakarta saja, sehingga pengetahuan para peserta PPL dapat berkembang dan dapat memberikan wawasan yang lebih luas.

LAMPIRAN






















                                                                   

Bagian Depan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta
                            










Entry Data SSPD ( Surat Setoran Pajak Daerah)
Mengelompokkan SSPD ( Surat Setoran Pajak Daerah) berdasarkan kecamatan kemudian kelurahan kemudian di DHKP






















Mengarsip BPHTB (Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar