BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Praktek
Pengalaman Lapangan (PPL) adalah evaluasi dari materi yang sudah di pelajari
dalam perkuliahan di kelas merupakan wahana pembelajaran dan pelatihan, serta
pengalaman baru bagi mahasiswa sebelum benar-benar terjun dalam dunia kerja
yang sesungguhnya, sehingga nantinya menjadi lulusan yang berkualitas, unggul
dan mampu menjadi solusi bagi dunia kerja, serta berakhlakul karimah. Hal ini
dilakukan dalam rangka mewujudkan pengintegrasian IPTEK, yang didapatkan dibangku kuliah pada
dunia kerja. Program pemagangan mahasiswa dalam membangun budaya
keprofesionalan dalam bekerja untuk pencapaian kesejahteraan umat, termasuk
diri sendiri dan keluarga melalui pembaharuan yang mengikuti tuntutan jaman.
Praktek
Pengalaman Lapangan merupakan praktek magang (on the job training) untuk
mendapatkan pengalaman kerja secara langsung di unit-unit bisnis atau usaha
baik di perusahaan manufaktur, perdagangan atau jasa. Praktek Pengalaman Lapangan yang dilaksanakan oleh Fakultas
Syari’ah dan Ekonomi Islam
ini bersifat mandiri. Maksud bersifat mandiri di sini adalah bahwa mahasiswa
dapat menentukan pilihan obyek perusahaan (sesuai dengan kriteria) dan
melakukan proses administrasi perijinan di obyek perusahaan secara mandiri.
Dengan
dilaksanakannya Praktek Pengalaman Lapangan di Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Kota Surakarta pada bidang Penagihan Pajak bumi dan Bangunan
(PBB), mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki,
seperti cara menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak
dan berbagai prosedur yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak dalam membayar
pajak.
B.
Alasan Memilih Objek PPL
Alasan memilih objek PPL yang dilakukan di Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta adalah untuk
mengetahui bagaimana Sistem pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan Kota Surakarta yang
terdiri
dari tiga prosedur, yaitu prosedur pelaporan objek pajak, prosedur penetapan
pajak terutang, dan prosedur pembayaran pajak.
C.
Maksud dan Tujuan
Maksud
kegiatan PPL yang dilaksanakan di Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Keuangan
Kota Surakarta adalah:
1. Sebagai prasyarat untuk lulus mata kuliah Prakek
Pengalaman Lapangan (PPL).
2. Untuk menyelaraskan antara penyelenggaraan aktivitas
akademik yang bersifat teori dengan realitas ditempat kerja.
3. Untuk meningkatkan kompetensi dan keahlian sekaligus softskill sehingga memiliki daya saing
dan kemampuan dalam beradaptasi dengan lingkungan kerja.
4. Mengenal dan memahami situasi dan kondisi lingkungan
kerja institusi yang berkaitan dengan profesi akuntansi ( familiarianty with environment)
D. Target
Pasca Praktek Pengalaman Lapangan (PPL)
Target Pasca Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) yang
dilakukan di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta
adalah sebagai berikut:
1.
Melatih
untuk bekerja sama dalam tim dan bersikap disiplin serta tanggungjawab atas
tugas-tugas.
2.
Bertambahnya
relasi individu, jurusan, dan universitas dengan pihak instansi.
BAB
II
PROFIL
INSTANSI
A. Nama
dan Alamat Instansi
Bernama
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta khususnya pada
Bidang Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB). Beralamat di Jalan Jendral
Sudirman No. 2 Telp. 642020 (408), 648089, 638893, Fax ( 0271) 646631, 642038
Surakarta.
B. Sejarah
Berdirinya Instansi
Sejarah
dinas Pendapatan, Pengeloalaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta tentunya tidak
dapat terpisah dengan sejarah daerah Surakarta sebagai wilayah otonom.
Penetapan Pemerintah tanggal 15 juli 1946 Nomer 16/S-D daerah Surakarta untuk
sementara ditetapkan sebagai Daerah Karisidenan dan dibentuk Daerah Baru dengan
nama Kota Surakarta.
Peraturan
yang telah ada tersebut kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1947 yang menetapkan Kota Surakarta menjadi
Haminte Kota Surakarta. Kota Surakarta pada waktu itu terdiri dari 5 wilayah
kecamatan dan 44 kelurahan, karena 9 kelurahan di wilayah Karanganyar belum
diserahkan. Pelaksanaan penyerahaan 9 kelurahan dari Kabupaten Karanganyar itu
baru terlaksana pada tanggal 9 September 1950. Pelaksana teknis pemerintah
Haminte Kota Surakarta terdiri atas jawatan. Jawatan tersebut antara lain
jawatan Sekretariat Umum, Keuangan, Pekerjaan Umum, Sosial, Kesehatan,
Perusahaan P.D.&K, Pamong Praja, dan jawatan Perekonomian. Penerimaan Pendapatan
Daerah pada waktu itu diurusi oleh Jawatan Keuangan.
Dengan
dikeluarkannya keputusan DPRDS Kota Besar Surakarta Nomor 4 Tahun 1956 tentang
Perubahan Struktur Pemerintahan, maka Jawatan Umum diganti menjadi Dinas
Pemerintahan Umum yang terbagi dalam urusan-urusan dan setiap urusan-urusan
tersebut terbagi lagi dalam bagian-bagian. Dengan adanya perubahan tersebut
dapat disimpulkan bahwa untuk penanganan pajak sebagai pendapatan daerah yang
sebelumnya ditangani oleh Jawatan Keuangan kini ditangani lebih khusus oleh
Urusan Pajak.
Berdasarkan
Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kota Surakarta tanggal 23 Februari 1970
No. 259/ X. 10/ Kp. 70 tentang Struktur Organisasi Kotamadya Surakarta termasuk
Dinas Kepentingan Umum diganti menjadi bagian dan bagian itu membawahi
urusan-urusan sehingga dalam Dinas Pemerintahan Umum, Urusan Pajak diganti
menjadi Bagian Pajak.
Berdasarkan
Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kotamadya Surakarta tanggal 30 Juni 1972
No. 162/ Kep/ Kdh. IV/ Kp. 72 tentang Penghapusan Bagian Pajak dari Dinas
Pemerintahan Umum karena bertalian dengan pembentukan dinas baru. Dinas baru
tersebut adalah Dinas Pendapatan Daerah yang kemudian sering disingkat DIPENDA.
Dinas Pendapatan Daerah dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan langsung
dan bertanggung jawab kepada Walikota. Pada saat itu Dinas Pendapatan Daerah
dibagi menjadi empat seksi, yaitu Seksi Umum, Seksi Pajak Daerah, Seksi Pajak
Pusat/ Propinsi yang diserahkan kepada Daerah dan Seksi Doleansi/ P3 serta
Retribusi dan Leges. Masing-masing seksi dipimpin oleh Kepala Seksi yang dalam
menjalankan tugasnya langsung di bawah pimpinan dan bertanggung jawab kepada
Kepala Dinas Pendapatan Daerah.
Tugas
pokok Dinas Pendapatan Daerah waktu itu adalah sebagai pelaksana Walikota
dibidang perencanaan, penyelenggaraan, dan kegiatan dibidang pengelolaan
sektor-sektor yang merupakan sumber pendapatan daerah. Berdasarkan
Undang-Undang Dasar No. 11 Tahun 1957 tentang Pajak Daerah, terdapat 13 macam
Pajak Daerah di Kota Surakarta yang wewenang pemungutan dan pengelolaannya ada
pada DIPENDA. Tetapi saat itu baru 4 macam Pajak Daerah yang dijalankan dan
telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah, yaitu dapat disebutkan sebagai
berikut:
a. Pajak
Pertunjukan yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1992.
b. Pajak
Reklame yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 11 Tahun 1971.
c. Pajak
Anjing yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 54 Tahun 1953.
Pajak Penjualan
Minuman Keras yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 12 Tahun 1971.
Disamping itu DIPENDA juga bertugas
mengelola Pajak Negara yang diserahkan kepada daerah, yaitu sebagai berikut:
a. Pajak
Potong Burung yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 6 Tahun 1959 bagian dipimpin oleh Kepala Bagian atau
biasa disebut Kabag yang dalam menjalankan tugasnya langsung di bawah pimpinan
dan langsung bertanggungjawab.
b. Pajak
Pembangunan I yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 8 Tahun 1960.
c. Pajak
Bangsa Asing yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1970.
d. Pajak
Radio yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 5 Tahun 1957.
Terbitnya
Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. KUPD 7/ 12/ 41- 101 Tahun 1978 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/ Kotamadya
Daerah Tingkat II makin memperjelas keberadaan Dinas Pendapatan Daerah
disesuaikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 26 Mei 1988 No.
473-442 tentang Sistem dan Prosedur Perpajakan, Retribusi Daerah, dan
Pendapatan Daerah lainnya telah mengakibatkan pembagian tugas dan fungsi
dilakukan berdasarkan tahapan kegiatan pemungutan pendapatan daerah yaitu
pendataan, pemetaan, pembukuan dan seterusnya. Sistem dan prosedur tersebut
dikenal dengan MAPADA (Manual Pendapatan Daerah). Sistem ini diterapkan di
Kotamadya Surakarta dengan terbitnya Peraturan Daerah No. 6 Tahun 1990 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II. Dengan
berjalannya waktu penataan pemerintahaan Kota Surakarta kembali mengalami
perbaikan, dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang Peraturan Daerah No. 6
Tahun 1990 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah
Tingkat II dirubah menjadi Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2008 tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta. Dalam peraturan baru ini nama
Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) berubah menjadi Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset atau yang sering disebut dengan DPPKA.
Peraturan
Daerah No. 6 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota
Surakarta ini berlaku mulai tanggal 1 Januari 2009. Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset dalam melaksanakan tugas dipimpin oleh seorang
Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota
melalui Sekretaris Daerah. Saat ini Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
atau DPPKA dibagi kedalam bidang-bidang yang dipimpin langsung oleh seorang
Kepala Dinas. Masing-masing bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset.
Visi Dan Misi DPPKA
1. Visi
DPPKA
Visi
DPPKA adalah mewujudkan peningkatan pendapatan daerah yang optimal untuk mendukung
penyelenggaraan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
2. Misi
DPPKA
Misi DPPKA
adalah sebagai berikut:
a. Menggali
sumber pajak dan retribusi tiada henti.
b. Meningkatkan
pendapatan daerah tiada kenal menyerah.
c. Mengutamakan
kualitas pelayanan ketertiban.
C. STRUKTUR
ORGANISASI
(Terlampir)
Adapun
susunan organisasi DPPKA Surakarta menurut Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008
adalah sebagai berikut:
a. Kepala.
b. Sekretariat,
membawahi:
1) Subbagian
Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan.
2) Subbagian
Keuangan.
3) Subbagian
Umum dan Kepegawaian.
c. Bidang
Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi, membawahi:
1) Seksi
Pendaftaran dan Pendataan.
2) Seksi
Dokumentasi dan Pengolahan Data.
d. Bidang
Penetapan, membawahi:
1) Seksi
Perhitungan.
2) Seksi
Penerbitan Surat Ketetapan.
e. Bidang
Penagihan, membawahi:
1) Seksi
Penagihan dan Keberatan.
2) Seksi
Pengelolaan Penerimaan Sumber Pendapatan Lain.
f. Bidang
Anggaran, membawahi:
1) Seksi
Anggaran I.
2) Seksi
Anggaran II.
g. Bidang
Perbendaharaan, membawahi:
1) Seksi
Perbendaharaan I.
2) Seksi
Perbendaharaan II.
h. Bidang
Akuntansi, membawahi:
1) Seksi
Akuntansi I.
2) Seksi
Akuntansi II.
i. Bidang
Aset, membawahi:
1) Seksi
Perencanaan Aset.
2) Seksi
Pengelolaan Aset.
j. Unit
Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).
k. Kelompok
Jabatan Fungsional.
Struktur
organisasi yang baru ini Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Sedangkan Kelompok
Jabatan Fungsional dipimpin oleh seorang Tenaga Fungsional Senior sebagai Ketua
Kelompok dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Subbagian masing-masing
dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Kepala Dinas yang bersangkutan. Untuk bidang masing-masing
dipimpin oleh seorang Kepala Bidang atau Kabid yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas yang bersangkutan
D. Data
Statistik Perusahaan
Kota
Surakarta kini telah mengalami banyak perkembangan. Baik dalam pembangunannya
maupun kinerja para pemerintah daerahnya dalam hal ini yaitu kinerja pihak
DPPKA Kota Surakarta. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari meningkatnya
jumlah Wajib pajak yang ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel Jumlah
Wajib Pajak
Tahun
|
Wajib
Pajak
|
Trend
Dalam Presentase
|
Realisasi
Wajib Pajak
|
Trend
Dalam Presentase
|
2011
|
128.202
|
105,12%
|
69.866
|
79,38%
|
2010
|
126.798
|
103,97%
|
85.917
|
95,34%
|
2009
|
125.617
|
103,00%
|
87.087
|
98,94%
|
2008
|
123.818
|
101,52%
|
87.250
|
99,12%
|
2007
|
121.956
|
100%
|
88.020
|
100%
|
Sumber : DPPKA
Kota Surakarta
Setelah
mengetahui presentase tingkat perkembangan jumlah Wajib Pajak Kota Surakarta
dari tahun 2007-2011 diatas dan untuk memudahkan pembaca mengetahui
perkembangan penerimaan PBB Kota Surakarta selama 5 tahun, maka digambarkan
seperti grafik dibawah ini:

Gambar
Grafik Tingkat Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Kota Surakarta Tahun 2007-2011
Dari
grafik diatas dapat dilihat bahwa tingkat perkembangan jumlah Wajib Pajak Kota
Surakarta dari tahun 2007-2011 mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2007-
2011 mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2007 ke tahun 2008 terjadi
peningkatan sebesar 1,52% pada tahun 2008 ke tahun 2009 terjadi peningkatan
sebesar 1,48% pada tahun 2009 ke tahun 2010 terjadi peningkatan sebesar 0,97%,
pada tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 1,15%. Peningkatan
trend ini disebabkan bertambahnya jumlah Wajib Pajak. Namun untuk realisasi
Wajib Pajak mengalami penurunan yaitu pada tahun 2007 ke tahun 2008 terjadi
penurunan sebesar 0,88%, pada tahun 200b ketahun 2009 mengalami penurunan
sebesar 0,18%, pada tahun 2009 ke tahun 2010 terjadi penurunan sebesar
3,60%, pada tahun 2010 ketahun 2011
terjadi penurunan sebesar 15,96%. Penurunan trend ini disebabkan karena
rendahnya kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya.
Meski
terjadi penurunan jumlah realisasi wajib pajak namu ternyata penerimaan Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) malah mengalami peningkatan atau kenaikan. Dalam hal ini
dilihat pada tabel realisasi PBB dibawah ini:
Tabel
Penerimaan PBB
Tahun
|
Target
|
Realisasi
|
2011
|
Rp
54.718.097.056,00
|
Rp
38.238.881.668,00
|
2010
|
Rp
37.486.778.072,00
|
Rp
30.302.389.469,00
|
2009
|
Rp
34.323.092.882,00
|
Rp
28.810.252.394,00
|
2008
|
Rp
27.864.187.352,00
|
Rp
23.588.980.700,00
|
2007
|
Rp
26.065.075.355,00
|
Rp
20.704.704.268,00
|
Sumber
: DPPKA Kota Surakarta
Untuk
mengetahui penerimaan PBB Kota Surakarta tahun 2007-2011 berikut disajikan
tabel mengenai target dan realisasi
penerimaan PBB tahun 2007-2011.
Tabel
Tingkat Perkembangan Penerimaan PBB Kota Surakarta Tahun 2007-2011
Tahun
|
Target
PBB
|
Trend
Dalam Persentase
|
Realisasi
PBB
|
Trend
dalam Persentase
|
2011
|
Rp 54.718.097.056,00
|
209,928%
|
Rp
38.238.881.668,00
|
184,687%
|
2010
|
Rp
37.486.778.072,00
|
143,819%
|
Rp
30.302.389.469,00
|
146,355%
|
2009
|
Rp
34.323.092.882,00
|
131,682%
|
Rp
28.810.252.394,00
|
139,148%
|
2008
|
Rp
27.864.187.352,00
|
106,90%
|
Rp
23.588.980.700,00
|
113,931%
|
2007
|
Rp
26.065.075.355,00
|
100%
|
Rp
20.704.704.268,00
|
100%
|
Sumber:
DPPKA Kota Surakarta
Setelah
mengetahui persentase dari penerimaan PBB Kota Surakarta diatas dan untuk
memudahkan pembaca mengetahui perkembangan penerimaan PBB Kota Surakarta selama
5 tahun, maka digambarkan grafik sebagai berikut:
|
Dari
grafik diatas dapat dilihat bahwa perkembangan target penerimaan PBB Kota
Surakarta tahun 2007-2011 mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2007 ketahun
2008 terjadi peningkatan sebesar 6,90%, pada tahun 2008 ke tahun 2009n terjadi
peningkatan sebesar 24,78%, pada tahun 2009 ke tahun 2010 terjadi peningkatan
sebesar 12,14%, pada tahun 2010 ke tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar
66,11%. Dan untuk perkembangan realisasi penerimaan PBB Kota Surakarta tahun
2007-2011 juga mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2007 ke tahun 2008
terjadi peningkatan sebesar 13,931%, pada tahun 2008 ke tahun 2009 terjadi
peningkatan sebesar 25,217%, pada tahun 2009 ke tahun 2010 terjadi peningkatan
sebesar 7,207%, pada tahun 2010 ke tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar
38,332%. Peningkatan trend ini disebabkan bertambanya NJOP PBB.
Kenaikan
trend ini meunjukkan adanya peningkatan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di
Kota Surakarta. Dengan meningkatnya penerimaan PBB, maka semakin besar pula penerimaan
pendapatan dari sektor pajak yang dialokasikan pada belanja yang berorientasi
pada kebutuhan masyarakat ( kepentingan publik) sehingga dapat menciptakan
lapangan kerja dan jumlah penduduk yang miskin.
BAB
III
HASIL
PELAKSANAAN PPL
A.
Waktu
Pelaksanaan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL)
Kegiatan
Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) mahasiswa dilaksanakan pada tanggal 19
Agustus 2013 sampai dengan 14 September 2013 dengan sistem 5 hari kerja. Untuk
hari senin Sampai dengan hari Kamis, kegiatan PPL dimulai pukul 07.15 WIB
sampai dengan pukul 15.15 WIB. Sedangkan pada hari Jumat, kegiatan PPL dimulai
pukul 07.15 WIB sampai pukul 11.00 WIB.
B.
Kegiatan
Praktek Pengalaman Lapangan
Selama
kegiatan PPL mahasiswa berlangsung, kami ditempatkan di bagian Penagihan Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset ( DPPKA) pemerintahan Kota Surakarta.
Bidang penagihan DPPKA merupakan salah satu dari sistem pemungutan Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB).
Sistem
adalah serangkaian komponen yang dikoordinasikan untuk mencapai serangkaian
tujuan. Sistem terdirri dari sub-sub sistem yang bernama prosedur. Demikian
juga untuk Sistem Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Surakarta.
Elemen- elemen tersebut adalah pihak yang terkait, dokumen yang digunakan,
prosedur yang membentuk sistem dan bagan alir. Adapum mengenai penjelasannya
adalah sebagai berikut dibawah ini.
1. Pihak
yang terkait
Pelaksanaan
Pajak Bumi dan Bangunan diwilayah Kota Surakarta melibatkan beberapa pihak yang
mempunyai peranan penting dan salaing berkaitan erat, yaitu:
a.
Wajib
Pajak
Wajib
pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan perundangan-undangan perpajakan
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau
pemotong pajak tertentu ( mardiasmo, 2003).
Wajib
pajak bertugas mengambil serta mengisi dengan jelas, benar dan lengkap SPOP (
Surat Pemberitahuan Obyek Pajak) yang diterbitkan oleh KPP Pratama Surakarta,
kemudian SPOP tersebut dikembalikan ke KPP Pratama Surakarta guna menetapkan
besarnya pajak yang terutang melalui penerbitan SPPT ( Surat pemberitahuan
Pajak Terutang), kemudian wajib pajak terutang yang telah ditetapkan tersebut
sesuai prosedur yang ada.
b. Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
KPP
Pratama bertugas menerbitkan SPOP yang diserahkan kepada wajib pajak secara
langsung, serta SPPT dan STTS yang diserahkan kepada DPPKA Kota Surakarta yang
kemudian diserahkan ke wajib pajak melalui kelurahan serta menetapkan PBB yang
dibebankan kepada wajib pajak dan dan membuat laporan mingguan dan bulanan
untuk dierahkan ke Kanwil dan DPPKA Kota Surakarta. KPP Pratama juga berwenang
mengeluarkan SK ( Surat Keputusan) dan SPM ( Surat Perintah Membayar) setiap
bulan.
c. Bidang
Penagihan DPPKA Pemerintah Kota Surakarta
Bidang
penagihan DPPKA Surakarta bertugas menyerahkan SPPT, menagih pajak, menerima
hasil pembayaran PBB dari wajib pajak, serta menyetorkan hasil pembayaran PBB
tersebut ke Bank Persepsi
d. Bank
Bank
persepsi bertugas menampung penerimaan pembayaran PBB dari tempat pembayaran untuk diserahkan ke BO III dan menyerahkan
bukti STTS ke wajib pajak melalui petugas pemungut. Adapun untuk wilayah
Surakarta yang bertugas sebagai BO III, yaitu Bank Jateng tengah mempersiapkan
loket/tempat pembat antara lain di Kantor Pusat dan Kantor Cabngnya, UPTD
Pelayanan Pajak Daerah di 5 wilayah Kecamatan, Jalan Adi Sucipto dan Mobil
Keliling. Pembayaran juga dapat dilayani di Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Kota Surakarta, Jalan Jenderal Sudirman (Kompleks Balaikota)
Surakarta.
2. Dokumen
yang digunakan
Formulir
merupakan dokumen yang digunakan untuk merekap terjadinya transaksi ( Mulyadi,
2011). Dalam sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan, ada beberapa dokumen
yang digunakan, antara lain :
a. Surat
Pemberitahuan Obyek Pajak ( SPOP)
Yaitu
formulir yang diisi oleh wajib pajak secara jelas, benar dan lengkap untuk
memberitahukan obyek pajak yang dikenakan PBB dan digunakan untuk menetapkan
besarnya pajak terutang dalam SPPT.
b. Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Yaitu
dokumen yang dikeluarkan oleh KP PBB ( KPP Pratama) dengan maksud untuk
memberitahukan kepada wajib pajak besarnya pajak terutang yang harus dibayar
dalam 1 tahun pajak.
c. Tanda
Terima Sementara
Yaitu
bukti pembayaran sementara yang diberikan oleh petugas pemungut pajak setelah
wajib pajak membayar pajak terutangnya. TTS juga digunakan sebagai bukti
pengambilan untuk STTS.
d. Surat
Ketetapan Pajak
Yaitu
surat ketetapan yang dikeluarkan KP PBB apabila dalam waktu 30m hari wajib
pajak tidak mengembalikan SPOP dan apabila dalam proses pemeriksaan jumlah
pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang terutang dalam SPOP.
e. Surat
Tanda Terima Setoran (STTS)
Yaitu
buku pembayaran yang diserahkan kepada wajib pajak yang telah membayar
pajaknya.
f. Surat
Tagihan Pajak (STP)
Surat
yang digunakan untuk menagih Pajak Bumi dan Bangunan oleh petugas pemungut.
g. Daftar
Penerima Harian ( DPH)
Yaitu
dokumen yang digunakan oleh petugas pemungut untuk menyetorkan hasil penerimaan
PBB ke tempat pembayaran ( Bank Persepsi)
3. Prosedur
yang membentuk sistem
Prosedur
yang membentuk sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan adalah:
a. Prosedur
Pelaporan Objek Pajak
Wajib pajak datang ke
KPP Pratama Surakarta untuk mendaftarkan objek pajak bumi dan bangunan.
Pendaftaran objek pajak bumi dan bangunan oleh subjek pajak dengan cara
mengambil dan mengisi sendiri formulir SPOP secara jelas, benar dan lengkap serta
ditandatangani dan dikembalikan ke KPP Pratama Surakarta selambat-lambatnya 30
hari setelah diterimanya SPOP oleh subjek pajak dengan dilampiri bukti-bukti
pendukung seperti:
a) Sket
atau denah objek pajak
b) Fotocopi KTP
c) Fotokopi
sertifikat tanah
d) Foto
kopi akta jual beli
e) Bukti
pendukung lainnya
Formulir SPOP
disediakan dan dapat diambil gratis di KPP Pratama Surakarta atau tempat lain
yang ditunjuk atau melalui website www.pajak.go.id.
Wajib pajak wajib
menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi ke KPP Pratama Surakarta
selambat-lambatnya 30 hari setelah formulir SPOP diterima. Apabila wajib pajak
menerima tidak menyampaikan SPOP pada waktunya dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran, maka
akan diterbitkan SKP dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari
PBB yang terutang.
b. Prosedur
Penetapan Pajak Terutang
Setelah wajib pajak
mengisi dan menyerahkan kembali SPOP beserta bukti pendukungnya, tugas KPP
Pratama Surakarta yaitu melakukan pendataan atas objek apajak dengan prosedur:
a) Identifikasi
objek pajak
b) Verifikasi
objek pajak; dan
c) Pengukuran
bidang objek pajak.
SPOP ( Surat
Pemberitahuan Objek Pajak) serta prosedur pendataan dilakukan untuk dijadikan
pedoman bagi KP PBB ( KPP Pratama Surakarta) dalam menetapkan pajak terutang
bagi wajib pajak dengan menerbitkan SPPT ( Surat Pemberitahuan Pajak Terutang).
Apabila setelah
diteliti dan diperiksa dalam pengisian SPOP yang dikembalikan ke KPP Pratama
Surakarta ternyata tidak benar ( lebih kecil) maka akan diterbitkan SKP dengan
sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang
terutang.
c. Prosedur
Pembayaran Pajak
Pajak yang terutang
berdasarkan SPPT yang telah diterbitkan KPP Pratama Surakarta harus dilunasi
selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
Setelah wajib pajak membayarkan pajak terutangnya, maka KPP Pratama Surakarta
berkewajiban menerbitkan STTS ( Surat tanda Terima Sementara) sebanyak 4
lembar. Lembar ke-1 diserahkan untuk wajib pajak, glembar ke-2 dijadikan arsip
KPP Pratama Surakarta, lembar ke-3 untuk arsip DPPKA Kota Surakarta dan lembar
ke-4 diserahkan kepada Bank Persepsi.
Apabila terdapat wajib
pajak yang belum membayar pajak terutangnya, makan melalui petugas pemungut
pajak dilakukan penagihan dengan mendatangi wajib pajak secara langsung ( door to door system).
4. Bagan
Alir
Bagan
alir merupakan teknik analitis yang digunakan untuk menjelaskan aspek-aspek
secara sistem secara jelas, tepat dan logis. Bagan Alir sistem pemungutan Pajak
Bumi dan Bangunan dikota surakarta adalah sebagai berikut:
Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan dapat dilakukan
melalui Bank Persepsi atau bank-bank yang ditunjuk sebagai bank tempat
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan serta melalui ATM.
Untuk
mempermudah wajib pajak dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan, DPPKA Kota
Surakarta mengadakan program Safari/jemput Bola dikelurahan-kelurahan yaitu
sebagai berikut:
a. Safari
Reguler
Wajib
pajak yang rumahnya jauh dari bank persepsi bisa membayar melalui program
safari reguler ini yang diselenggarakan di kelurahan, wajib pajak bisa datang
ke kelurahan sesuai tanggal safari yang tertera pada undangan dan membayar
melaui petugas DPPKA yang memungut.
b. Safari
Pasar
Agenda
kegiatan safari ini adalah membagi SPPT langsung dan menagihnya secara langsung
pula. Sasaran kegiatan safari ini adalah pasar-pasar yang terdapat banyak
transaksi yang berkaitan dengan uang. Sehingga para wajib pajak dapat langsung
membayar kepada petugas pemungut saat itu juga.
c. Safari
Tunggakan.
d. Pokok
kegiatan dari safari ini adalah menagih wajib pajak yang mempunyai tunggakan
PBB. Penagihan ini difokuskan pada buku 4 dan 5 yang berisi daftar wajib pajak
dengan tunggakan pajak yang besar sehingga mengurangi kemungkinan terdapat
utang pajak dalam nominal yang besar.
Selama
berlangsungnya kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan mahasiswa di Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta, kami melakukan
tugas-tugas sebagai berikut:
1. Mengklasifikasikan
Surat tanda terima Setoran ( STTS) yang belum di entry komputer di verifikasi ke buku Daftar Himpunan Ketetapan
Pajak ( DHKP). Sebelum dientry, STTS
tersebut dipisahkan menurut tahun pajak terutang dan dikelompokkan
perkecamatan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses entry.
2. Membantu
mengarsip STTS ke komputer yaitu dengan entry
ke program Pajak Bumi dan Bangunan DPPKA Kota Surakarta.
Pertama
log in ke program dan pilih kecamatan
yang dimaksud. Kemudian entry nomor STTS, tahun pajak terutang dan tanggal
pembayaran. Jika data wajib pajak sudah lengkap maka langkah selanjutnya file
tersebut di save.
3. Membantu
mengarsip STTS di buku DHKP yaitu dengan memverifikasi data di STTS dan
dicocokkan dengan data di DHKP.
Langkah
manual ini dilakukan untuk memback up
file di program sebagai langkah antisipasi jika program tidak dapat
dioperasikan karena kondisi tertentu.
BAB
IV
PEMBAHASAN
DAN ANALISIS
A.
Tinjauan
Pustaka
1. Pengertian
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dipungut
atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan atau kedudukan sosial
ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya
atau memperoleh manfaat dari padanya.
2. Dasar
Hukum
Pemungutan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) didasarkan pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2011
tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
3. Objek
PBB dan Subjek PBB
Berdasarkan
Pasal 2 (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2011 Objek PBB adalah “ Bumi dan
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh pribadi atau
Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan dan pertambangan”. Sedangkan berdasarkan pasal 4 (1) Undang-Undang
No.13 Tahun 2011 yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang:
·
Secara nyata mempunyai hak atas bumi
·
Memperoleh manfaat atas bumi
·
Memiliki, menguasai dan memperoleh
manfaat atas bangunan.
4. Nilai
Jual Objek tidak Kena Pajak ( NJOPTKP)
Nilai
Jual Objek tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah batas NJOP atas bumi dan bangunan
yang tidak kena pajak. Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2011 besarnya
NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp 10.000.000,00 ( sepuluh juta rupiah) dengan
ketentuan sebagai berikut:
·
Setiap Wajib Pajak memperoleh
pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu tahun pajak.
·
Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa
Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak
yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
5. Tarif
PBB
Tarif
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan atas Objek Pajak Bumi dan Bangunan
sebesar 0,5%( lima persepuluh persen).
6. Dasar
Pengenaan dan Cara Menghitung Pajak
Dasar
pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) sendiri adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli,
NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejejnis atau
nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
Nilai
NJOP ditetapkan setiap 3 tahun sekali oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk
daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerah.
Berdasarkan
Undang-Undang No.13 Tahun 2011 besar presentase nilai Jual Objek Pajak ( NJOP)
ditetapkan adalah sebagai berikut:
1) Untuk
NJOP sampai dengan Rp 1000.000.000 ( satu miliar rupiah) ditetapkan sebesar
0,1% per tahun.
2) Untuk
NJOP diatas Rp 1000.000.000 ( satu miliar rupiah) samapi dengan Rp
2000.000.000( dua miliar rupiah) ditetapkan sebesar 0,15% pertahun.
3) Untuk
NJOP diatas rp 2000.000.000 ( dua miliar rupiah) ditetapkan sebesar 0,25%
pertahun.
![]() |
Contoh:
Tuan
hri mempunyai objek pajak berupa:
Tanah
seluas 1.000 m2 dengan harga jual Rp 500.000,00 per m2,
bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp 400.000 m2, taman
seluas 200m2 dengan nilai jual Rp 150.000,00 per m2,
pagar mewah sepanjang 150 m dan tinggi rata-rata 1,5 m dengan nilai jual Rp
200.000,00.
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah maka tarif pajaknya adalah 0,1%. Besarnya Pajak Bumi dan
Bangunan yang terutang dapat dihitung sebagai berikut:
·
Untuk NJOP :
Tanah 1000 x Rp 500.000,00 = Rp 500.000.000,00
Bangunan 400 x Rp 400.000,00 = Rp 160.000.000,00
Taman
200 x Rp 150.000,00 = Rp 30.000.000,00

NJOP
sebagai dasar pengenaan pajak =
Rp 735.000.000,00
NJOPTKP = Rp
10.000.000,00
NJOP
untuk perhitungan pajak =Rp
725.000.000,00
PBB
Terutang 0,1% x Rp 725.000.000,00 =
Rp
725.000,00
7. Tata
Cara Pembayaran dan Penagihan
a. Tata
Cara Pembayaran
1) Pajak
yang terutang dibayar di Bank, Kantor Pos dan Giro dan tempat lain yang
ditunjuk menteri keuangan.
2) Pajak
yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak terutang (SPPT) harus
dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya Surat
pemberitahuan Pajak terutang oleh Wajib Pajak.
3) Pajak
yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak harus dilunsi
selambat-lambatnya 30 hari sejak tanggall diterimanya Surat Ketetapan Pajak
oleh Wajib Pajak. Pajak Teutang yang pada saat jatuh tempo pembayarannya tidak
dibayar atau kurang bayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% sebulan yang
dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu
paling lama 24 bulan atau 2 tahun.
4) Denda
administrasi ditambah dengan hutang pajak yang belum atau kurang bayar, ditagih
dengan Surat Tagihan Pajak yang harus dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak
tanggal diterimanya Surat Tagihan oleh Wajib Pajak.
b. Penagihan
Pajak
Dasar penagihan pajak yaitu Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang ( SPPT), Surat ketetapan Pajak (SKP), dan Surat
tagihan Pajak (STP). Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak
yang tidak dibayar tepat pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
- Keberatan dan Banding
Apabila wajib
pajak keberatan terhadap SPPT dan SKP, Wajib Pajak dapat mengajukan Surat
Keberatan kepada Direktoral Jenderal Pajak. Keberatan terhadap SPPT dan SKP
harus diajukan masing-masing dalam satu surat keberatan tersendiri untuk setiap
tahun pajak. Dalam Pajak Bumi dan Bangunan dapat diajukan atas:
a. Pemberitahuan
Pajak Terutang (SPPT)
b. Surat
Ketetapan Pajak ( SKP)
Tata cara
keberatan seperti halnya pengajuan keberatan jenis pajak lainnya telah diatur
dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan antara lain:
Keberatan diajukan secara tertulis
dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. Keberatan
harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT dan
atau SKP oleh wajib pajak, kecuali jika Wajib Pajak menunjukkan bahwa jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaanya. Pengajuan keberatan
dapat dilakukan jika Wajib Pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang
telah disetujui.
Wajib Pajak yang tidak puas
terhadap yang tidak puas terhadap keputusan keberatan atau keputusan Direktorat
Jenderal Pajak PBB dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak.
- Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan Pajak
Wajib pajak yang
dapat mengajukan permohonan kepada Walikota atau pejabat untuk pengurangan,
keringanan dan pembebasan pajak. Pengurangan terhadap pajak juga dapat
diberikan kepada warga miskin atau kurang mampu setelah sebelumnya dilakukan
survei tentang kebenaran kondisi wajib pajak yang dilakukan oleh aparat
perpajakan.
- Pembagian hasil penerimaan pajak
Hasil penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan penerimaan Negara yang dibagi antara Pemerintah
pusat dan Pemerintahan Daerah dengan pembagian sekurang-kurangnya 90% untuk
Daerah Tingkat II dan Pemerintahan Daerah Tingkat I sebagai pendapatan daerah
yang bersangkutan, sedangkan sisanya 10% merupakan bagian pemerintahan pusat.
- Pembahasan dan Analisis Data
Suatu pengendalian intern diperlukan agar suatu sistem dapat menghasilkan
informasi yang dapat dipercaya dan dapat bekerja dengan baik. Adapun evaluasi
terhadap sistem pemungutan pajak bumi dan bangunan dilakukan dengan
mengevaluasi sistem pemungutan pajak bumi dan bangunan di Kotamadya Surakarta,
mulai dari penerbitan, pendistribusian, pembayaran hingga penagihan surat
pemberitahuan tahunan yang diterapkan oleh pihak–pihak yang terkait, seperti
KPP Pratama dan DPPKA Kota Surakarta terhadap unsur sistem pengendalian intern
sebagai berikut:
- Evaluasi terhadap Unit Organisasi yang Terkait
Salah satu unsur yang penting dalam SPI adalah pembagian tanggung jawab
fungsional terhadap pihak–pihak yang terkait yang dibentuk untuk melaksanakan
kegiatan pokok. Pembagian tanggung jawab fungsional ini didasarkan pada prinsip
adanya pemisahan fungsi dan suatu fungsi tidak boleh diberi tanggungjawab penuh
untuk melaksanakan semua aktivitas. Berdasarkan prinsip diatas, dilakukan
evaluasi terhadap pemisahan fungsi antara KPP Pratama dan DPPKA Kota Surakarta
yang menyatakan bahwa telah ada pemisahan fungsi, yang telah dibuktikan dengan
adanya pemisahan tanggung jawab untuk menerbitkan surat–surat/ dokumen–dokumen
yang digunakan oleh KPP Pratama dan untuk mendistribusikan
surat–surat/dokumen–dokumen tersebut serta menerima hasil pembayaran sekaligus
menyetorkannya ke Bank Persepsi oleh Bidang Penagihan DPPKA Kota Surakarta.
Namun, dalam tubuh Bidang Penagihan DPPKA Kota Surakarta pemisahan
fungsi/tanggung jawab tidak terlalu diperhatikan, dibuktikan dengan masih
ditemukannya pelaksanaan beberapa aktivitas oleh satu petugas saja yang
seharusnya ditinjau ulang guna pelaksanaan otorisasi dapat dilaksanakan dengan
baik.
- Evaluasi terhadap Dokumen yang Digunakan
Salah satu langkah yang menimbulkan praktik yang sehat dalam melaksanaksn
tugas dan fungsi setiap unit organisasi adalah dilihat dari cara penggunaan
dokumen. Dokumen yang digunakan dalam pemungutan pajak bumi dan bangunan
seharusnya seluruhnya dibuat rangkap agar adanya pengarsipan dan dapat
digunakan untuk cross check data bagi pihak yang memerlukan, karena
hanya beberapa dokumen yang telah dibuat rangkap dan bernomor urut tercetak,
seperti STTS, TTS dan STP, sedangkan surat– surat/dokumen–dokumen yang lain hanya
dibuat 1 tanpa rangkap.
- Evaluasi terhadap Sistem Pengendalian Intern
Sistem pengendalian intern yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta
dalam pemungutan pajak bumi dan bangunan sudah cukup baik, karena sudah ada
pemisahan tanggung jawab antara beberapa instansi yang terkait, namun untuk
sistem pengendalian intern di Bidang Penagihan Kota Surakarta belum terlalu
baik, karena pemisahan fungsi tidak terlalu diperhatikan yang dikarenakan
terbatasnya jumlah karyawan dan harus ditinjau ulang oleh Pemerintah Kota
Surakarta dan khususnya bagi Kepala Bidang Penagihan DPPKA Kota Surakarta.
Kebutuhan
Sarana dan Prasarana Teknologi Informasi

- Kendala yang Dihadapi
Dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di kota Surakarta, DPPKA kota
Surakarta mengalami kendala-kendala antara lain:
·
Hambatan dalam
penyampaian SPPT
Hambatan ini diantaranya adlah sulit ditemuinya Wajib Pajak secara
langsung, keterlambatan penyampaian SPPT kepada wajib pajak, SPPT tidak sampai
ke Wajib Pajak dan lain-lain.
·
Rendahnya kesadaran
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Kesadaran wajib pajak untuk
membayar pajak inilah yang menjadi kendala utama dalam penerimaan PBB.
·
Hambatan
validasi data
Data yang disampaikan ke Wajib Pajak tidak valid, seperti nama yang tercantum
dalam SPPT tidak sama dengan nama yang tercantum dalam sertifikat, sehingga
Wajib Pajak tidak mau menerima SPPT apalagi untuk melakukan pembayaran PBB.
·
Sulit melacak
Wajib Pajak yang berdomisili diluar kota namun memiliki Objek Pajak Bumi dan
Bangunan diwilayah Surakarta.
·
Objek Pajak
berpindah tangan.
·
Masih banyak
Wajib Pajak yang melakukan penundaan pembayaran pajak sehingga banyak
tunggakan.
- Solusi
·
Membentuk Tim
penyampaian SPPT
Untuk mengatasi kendala dalam penyampaian SPPT maka dibentuk Tim Penyampai
SPPT yang bertanggungjawab atas pelaksanaan penyampaian SPPT, antara lain
dengan menyusun rencana kerja dan jadwal waktu pelaksanaan penyampaian SPPT,
memberikan pengarahan dan bimbingan kepada koordinator dan penanggungjawab
kelurahan, melaksanakan pengawasan dan evaluasi langkah-langkah seperlunya guna
kelancaran pelaksanaan penyampaian SPPT-PBB.
·
Mengadakan
penyuluhan dan sosialisasi tentang PBB
Dalam meningkatkan kesadaran Wajib Pajak untuk membayar pajak maka pihak
DPPKA kota Surakarta akan lebih giat dalam melakukan penyuluhan dan sosialisasi
mengenai penting dan manfaatnya membayar pajak.
·
Peremajamaan
data atau pendataan ulang
Peremajaan data merupakan kewenangan pihak KPP Pratama Kota Surakarta atas
informasi yang diperoleh dari kerja sama dengan pihak DPPKA, kelurahan, RT/RW
untuk mengatasi adanya data-data yang tidak valid , seperti pengecekan langsung
ke Objek Pajak yang bersangkutan.
·
Pendekatan ke
wilayah melalui petugas terkait
Sulitnya melacak wajib pajak yang berdomisili diluar kota tapi memiliki
Objek Pajak di wilayah Surakarta merupakan salah satu kendala terbesar yang
dihadapi DPPKA Surakarta dalam meningkatkan penerimaan PBB. Dengan melakukan
pendekatan ke wilayah melalui petugas terkait , seperti Ketua RT/ RW
diharapkann dapat memberikan informasi yang diperlukan sehingga dapat melacak
Wajib Pajak tersebut.
·
Untuk mengatasi
kendala peralihan hak atas tanah/ berpindahnya Objek Pajak maka diberlakukan
mekanisme lunas pajak dan tunggakan minimal 10 tahun bagi Wajib Pajak yang akan
melakukan peralihan hak atas tanah guna mengatasi tunggakan pajak, jika
terdapat tunggakan.
Secara keseluruhan sistem pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Kota Surakarta telah sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Adapun
pihak-pihak yang terlibat didalam sistem pemungutan PBB adalah: Wajib Pajak,
KPP Pratama Surakarta, DPPKA Kota Surakarta, Bank Persepsi.
Terdapat kelebihan dan kelemahan dalam proses pemungutan
Pajak Bumi dan Bangunan, yaitu sebagai berikut:
Kelebihan:
- Penerapan pengambilan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) oleh wajib pajak secara online memudahkan bagi wajib pajak dalam memperoleh SPOP, sehingga mempercepat proses pengisian SPOP sekaligus proses penetapan pajak yang terutang melalui penerbitan SPPT.
2. Adanya
pembayaran via ATM yang memudahkan pembayaran pajak.
3. Kreativitas
DPPKA Kota Surakarta dalam mengatasi permasalahan banyaknya pajak yang
tertagih, yaitu dengan mengadakan program safari dikelurahan sehingga terjadi
peningkatan penerimaan pajak bumi dan bangunan di kota Surakarta setiap
tahunnya.
Kelemahan:
1. Pengisian
SPOP yang kurang jelas dan lengkap, serta ketidaktepatan waktu pengembalian
atau penyerahan SPOP ke KPP Pratama Surakarta oleh wajib pajak dapat menghambat
proses penetapan pajak terutang.
2. Pendistribusian
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) berjalan lambat karena banyaknya
kelurahan yang tersebar di Kota Surakarta tidak sebanding dengan petugas yang
mendistribusikan SPPT.
3. Masih
banyak Wajib Pajak/ penanggung pajak yang enggan untuk membayar pajak
terutangnya, meskipun sudah diadakan program safari/jemput bola.
4. Masih
banyak dijumpai objek pajak ( tanah dan/bangunan ) yang tidak diketahui siapa
pemiliknya, sehingga menyulitkan dalam penagihan Pajak Bumi dan Bangunan.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari dari pelaksanaan PPL di
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1. Sistem
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Surakarta terdiri dari tiga prosedur,
yaitu prosedur pelaporan objek pajak, prosedur penetapan pajak terutang, dan
prosedur pembayaran pajak. DPPKA disini memegang perananan sebagai prosedur
pembayaran pajak.
2. DPPKA
mengadakan program safari/jemput bola untuk memungut Pajak Bumi dan Bangunan di
kota Surakarta. Hal tersebut menunjukan kreatifitas DPPKA dalam rangka
meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Surakarta dan
meminimalkan adanya pajak yang tak tertagih.
3. Kemajuan
teknologi telah membuat pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Surakarta lebih
mudah dimulai dengan sistem online dari pengisian Surat Pemberitahuan Objek
Pajak (SPOP) dan pembayaran lewat Bank atau via ATM
B.
Saran
dan Rekomendasi Bagi DPPKA
Saran yang dapat diberikan selama kegian PPL di Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta adalah sebagai
berikut:
1. meningkatkan
kinerja yang lebih disiplin dan menggunakan waktu seefisien mungkin dan
seefiktif mungkin serta bertanggungjawab sesuai tugasnya masing-masing sehingga
tercipta lingkungan kerja yang harmonis.
2. Meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat karena dari situlah kinerja pemerintah dinilai dan
menambah program penyukuhan pajak yang nantinya dapat memotivasi masyarakat
untuk lebih memiliki kesadaran dalam membayar pajak
3. Adanya
pemisahan tugas dan wewenang antara staff bagian entry dan mengontrol Surat
Tanda terima Setoran dengan staff bagian penagihan dan pembayaran untuk
menghindari kecurangan dan kelalaian.
4. Adanya
tempat penyimpanan yang lebih memadai untuk menyimpan STTS yang telah selesai
di entri maupun belum dientry agar lebih rapi dan tidak berceceran atau hilang.
C.
Saran
Bagi PPL
1. Waktu
yang disediakan untuk PPL kurang lama, karena waktu yang hanya 4 minggu dirasa
cukup singkat memberikan pemahaman bagi perserta PPL dalam dunia kerja yang
nyata, karena antara teori dan praktek terkadang sangat berbeda, jadi untuk
kedepannya diharapkan waktu PPL dapat ditambah lagi.
2. Waktu
kunjungan DPL bisa ditambahkan lagi, karena kunjungan yang hanya 1 kali dirasa
belum cukup.
3. Tempat
pelaksanaan PPL seharusnya tidak dibatasi yang dekat di Kota Surakarta saja,
sehingga pengetahuan para peserta PPL dapat berkembang dan dapat memberikan
wawasan yang lebih luas.



Entry
Data SSPD ( Surat Setoran Pajak Daerah)

Mengelompokkan SSPD (
Surat Setoran Pajak Daerah) berdasarkan kecamatan kemudian kelurahan kemudian
di DHKP


Mengarsip BPHTB (Bea
Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar